Sejarah Sekolah


SMA Negeri 2 Kuta berdiri sejak 14 September 2005 berdasarkan Surat Keputusan Bupati Badung Nomor 43 Tahun 2005. Akan tetapi, secara formal baru beroperasi mulai tahun ajaran 2006/2007. Pada tahun pertama hanya terbangun 6 ruang kelas tetapi yang siap pakai baru 3 ruang kelas di lantai I, dan 3 ruang di lantai II belum finishing dan tembok luarnya juga belum diplester sama sekali. Penyelesaiannya diserahkan kepada sekolah. Bersyukurlah, setelah siswa angkatan pertama yang berjumlah 106 orang, 3 ruang lantai II bisa dikramik sehingga layak sebagai ruang kelas. Sementara itu, 2 ruang laboratorium, yaitu laboratorium Biologi dimanfaatkan untuk ruang guru dan pegawai dan laboratorium Fisika untuk praktik IPA. Sedangkan tembok luarnya juga sama sekali belum di-finishing dan pihak sekolah berusaha untuk menyelesaikan bangunan yang nungkak.

Kondisi pada tahun pertama itu juga diperparah lagi oleh kondisi tanah yang labil dengan dua unit bangunan (6 ruang kelas) dan dua ruang laboratorium di lantai I. Maklumlah, lahan SMA Negeri 2 Kuta sebelumnya adalah rawa-rawa yang digunakan oleh masyarakat Kedonganan untuk tambak udang. Kegagalan dalam membudidayakan udang membuat rawa-rawa ini berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah (TPA) oleh Pemda Badung. Nah, di atas gundukan sampah inilah SMA Negeri 2 Kuta berdiri. Sampah yang paling dominan di lahan SMA Negeri 2 Kuta adalah sampah plastik sehingga biaya pembangunan di sini mahal ke bawah (pondasi). Walaupun demikian, kami tetap optimis, dari SMA Negeri 2 Kuta suatu saat akan muncul mutiara yang bersinar mengharumkan sekolah kalau semua komponen yang terlibat di dalamnya mempunyai mimpi bersama mewujudkan visi dan misi. Ada pun visi dan misi SMA negeri 2 Kuta adalah mewujudkan anak didik yang cerdas intelektual,cerdas emosional, dan cerdas spiritual berlandaskan budaya bangsa.

Kondisi pada tahun pertama itu juga diperparah lagi oleh kondisi tanah yang labil dengan dua unit bangunan (6 ruang kelas) dan dua ruang laboratorium di lantai I. Maklumlah, lahan SMA Negeri 2 Kuta sebelumnya adalah rawa-rawa yang digunakan oleh masyarakat Kedonganan untuk tambak udang. Kegagalan dalam membudidayakan udang membuat rawa-rawa ini berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sampah (TPA) oleh Pemda Badung. Nah, di atas gundukan sampah inilah SMA Negeri 2 Kuta berdiri. Sampah yang paling dominan di lahan SMA Negeri 2 Kuta adalah sampah plastik sehingga biaya pembangunan di sini mahal ke bawah (pondasi). Walaupun demikian, kami tetap optimis, dari SMA Negeri 2 Kuta suatu saat akan muncul mutiara yang bersinar mengharumkan sekolah kalau semua komponen yang terlibat di dalamnya mempunyai mimpi bersama mewujudkan visi dan misi. Ada pun visi dan misi SMA negeri 2 Kuta adalah mewujudkan anak didik yang cerdas intelektual,cerdas emosional, dan cerdas spiritual berlandaskan budaya bangsa.

Pada tahun kedua, (2006) SMA Negeri 2 Kuta mendapat dua tambahan ruang kelas di bagian utara Padma Sari sekolah dari dana Block Grant. Kedua ruang kelas itu sudah difungsikan sebagai ruang belajar. Sayangnya, rancangan lantai II-nya sampai memasuki tahun keempat belum tergarap karena terbatasnya anggaran. Walaupun demikian, kami tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena pada 2007, Pemkab Badung membangun 8 ruang kelas baru berlantai II di bagian barat, sehingga ruang terbangun tampak simetris antara gedung timur dan barat. Kini kedelapan ruang itu sudah difungsikan secara maksimal. Pada tahun 2007 pula, SMA Negeri 2 Kuta mendapat tambahan ruang laboratorium Kimia, dan pada 2008 mendapat tambahan ruang Perpustakaan. Hanya sayang, gedung laboratorium belum berisi peralatan praktik yang memadai dan koleksi buku Perpustakaan juga belum memadai. Hal ini menjadi pemikiran pihak sekolah untuk mencari solusinya.

Sampai memasuki tahun keempat, SMA Negeri 2 Kuta belum memiliki ruang guru, ruang Kepala Sekolah, dan ruang Tata Usaha. Di samping itu, sampai dengan tahun ketiga sejak beroperasi, SMA Negeri 2 Kuta juga belum berpagar tembok, sehingga pintu masuknya dapat dimasuki dari seluruh penjuru. Akibatnya, keamanan dan kenyamanan keluarga besar SMA Negeri 2 Kuta menjadi terusik. Terusik bukan saja oleh ulah manusia yang selalu lalu lalang tanpa izin pihak sekolah. Melarang mereka juga susah karena umumnya di mana pun manusia menginginkan kemudahan-kemudahan dengan mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan ciri manusia Indonesia pada umumnya, seperti dikatakan Kuntjaraningrat (1994) sebagai mental menerabas.

Selain itu, lingkungan sekolah yang terbuka tanpa pagar juga mengundang ternak sapi dan babi yang berkeliaran memasuki halaman sekolah. Akibatnya, kepala sekolah pun mendapat tugas tambahan selain sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih sesuai dengan tugas pokok guru, juga bertindak sebagai pengusir ternak khususnya sapi yang merumput di halaman sekolah dan mengusir babi yang mengotori lingkungan sekolah. Belum lagi lokasi sekolah yang sebelumnya merupakan bekas rawa-rawa tempat pembudidayaan udang yang gagal, lalu dijadikan TPA sehingga akumulasi dari berbagai persoalan muncul berkomplikasi ibarat penyakit yang menggerogoti tubuh. Sakitnya parah yang memerlukan diagnosis dokter (pihak sekolah) untuk bekerja keras yang memerlukan biaya sangat besar. Sementara keuangan pemerintah terbatas.

Selain itu, lingkungan fisik sekolah dengan halamannya yang cukup luas juga belum bisa ditata secara maksimal yang memberikan citra tersendiri bagi masyarakat konsumen. Lahan seluas kurang lebih 80 are, di bagian utara jalan Tambak Sari Kedonganan sama sekali belum bisa digarap. Syukurlah, halaman tengah sudah tertata sehingga memberikan suasana kesejukan bagi siswa dalam belajar. Secara bertahap seluruh lingkungan sekolah akan ditata secara artistik sehingga SMA Negeri 2 Kuta bisa dijadikan taman siswa dalam arti taman tempat belajar yang menyenangkan.

Di bidang nonfisik, SMA Negeri 2 Kuta juga masih terkendala dengan kurangnya Sumber Daya Manusia (guru, pegawai, tata usaha, dan siswa) baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Dari segi kuantitas, dalam tiga tahun perjalanannya SMA Negeri 2 Kuta baru memiliki 20 guru PNS dan 2 guru kontrak daerah tanpa pegawai Tata Usaha yang berstatus PNS. Dari jumlah yang sedikit itu, tenaga guru yang berkualitas juga terbatas, yang tampak dari loyalitasnya terhadap lembaga belum maksimal. Belum maksimalnya komitmen itu bertalian pula dengan keterbatasan sarana dan prasarana pendukung untuk memaksimalkan proses pemberian layanan pada siswa. Sementara itu, pegawai yang dimiliki SMA Negeri 2 Kuta baru 3 orang yang digaji oleh komite sekolah di tambah dengan seorang satpam. Gaji mereka pun jauh dari cukup karena belum mencapai standar gaji UMR. Implikasi dari rendahnya gaji itu, berpengaruh pula pada produktivits kerja, terkait dengan permasalahan administrasi ketatausahaan. Belum lagi persoalan siswa yang berjumlah 374 orang yang umumnya berasal dari kelompok siswa yang secara intelektual rendah yang bisa dicermati dari in put nilai Ujian Nasional SMP. Keadaan siswa demikian ditambah lagi oleh kemampuan afektif dan psikomotor yang juga rendah plus kemampuan menyelesaikan kewajiban pembayaran juga tersendat-sendat. Maka makin lengkap kesulitan yang dialami oleh SMA Negeri 2 Kuta. Menjadi ironis hal itu dikemukakan di sini pasalnya Kuta dikenal sebagai daerah tujuan wisata Internasional.

Namun demikian, di bidang nonfisik, SMA Negeri 2 Kuta sejak beroperasi 2006/2007 telah memiliki moto, simbol, dan mars. Motto SMA Negeri 2 Kuta adalah Tavat Guna Widya Wicaksanam, Tavattvam Vijayi Bhawet (selama engkau menggunakan ilmu pengetahuan dengan bijaksana, selama itu pula engkau akan berjaya). Moto ini digali oleh Ida Bagus Rai, dosen Fakultas Sastra Unud. Sementara itu, simbol SMA Negeri 2 Kuta dikerjakan oleh Ida Bagus Martinaya (Gus Martin) seorang karikaturis di Bali Post. Mars SMA Negeri 2 Kuta digarap oleh I Made Taro, pensiunan guru SMA Negeri 2 Denpasar, yang terkenal sebagai pelestari dolanan anak-anak melalui Sanggar Kukuruyuk Denpasar. Oleh karena itu, atas jasa para kolega saya itu, melalui kesempatan ini, saya sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya
Disadari sepenuhnya, SMA Negeri 2 Kuta masih memiliki banyak keterbatasan yang tidak bisa diselesaikan secara sektoral oleh pihak warga sekolah tanpa dukungan dari para orangtua siswa sebagai konsumen dan pihak pemerintah sebagai penanggung jawab lembaga. Oleh karena itulah, wacana para calon pemimpin daerah (Bali) yang berkampanye untuk pendidikan gratis yang bermutu adalah sesuatu yang disayangkan manakala dihadapkan oleh ketidaksanggupan pemerintah memenuhi syarat minimal sebuah sekolah bisa beroperasi secara sehat.
Mengatasi permasalahan itu, memerlukan komitmen semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Pihak-pihak yang seyogyanya bertanggungjawab terhadap (permasalahan) pendidikan di sekolah pada umumnya, dan di SMA Negeri 2 Kuta pada khususnya, bukanlah semata-mata guru, pegawai, dan Kepala Sekolah, melainkan juga masyarakat pendukung dan pemerintah. Kerjasama mutualistik di antara ketiga komponen itu, yaitu sekolah, masyarakat, dan pemerintah inilah yang disebut tripusat pendidikan. Ki Hajar Dewantara (2004) menyebutnya trisentra. Kerjasama ini diharapkan dapat mewujudkan mutu layanan kepada siswa yang bermuara pada peningkatan mutu lulusan yang pada gilirannya berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan secara umum.

Oleh Drs. I Putu Jaya Kusuma
Kepala SMA Negeri 2 Kuta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Moneual Rydis H800, Robot Penjernih Udara Dengan Sensor Gyro Dan PSD

Salah satu kelemahan beberapa penjernih udara yang ada saat ini adalah jangkauannya yang hanya bisa menjangkau beberapa meter persegi sa...